Obat Pereda Pilkades Penapublik
Read Time:3 Minute, 54 Second

PenaPublik.com – Ramai perbincangan tentang Kepala Desa, dimana sebagian besar Desa hendak bersama-sama menggelar pesta menentukan Pemimpin untuk periode 5 tahun kedepan, ada 273 Desa dalam Kabupaten Bogor yang kebagian jatah mengurusi pesta ini.

Dengan dibukanya secara umum dan tanpa biaya menjadikan Banyak diantaranya merangkul sosok-sosok baru para bakal calon kepala desa untuk ikut berpartisipasi berkompetisi meraih bangku nomor 1 di tingkat desa ini.

Calon Dari Warga Luar Desa

Bahkan upaya pencalonan diri tidak hanya muncul untuk warga penduduk lokal. dimana orang yang tinggal diluar desa pun dapat ikut serta merapatkan diri sebagai bakal calon di desa lain.

Ini berlaku sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 112 Tahun 2014 tentang Pemilihan Kepala Desa (“Permendagri 112/2014”) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 65 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 112 Tahun 2014 tentang Pemilihan Kepala Desa (“Permendagri 65/2017”).

Tahapan Seleksi

Namun pada akhirnya pintu gerbang pencalonan yang terbuka bebas, menghantam batas maksimal jumlah calon untuk setiap desa, dimana hanya diperbolehkan maksimal 5 calon untuk nantinya berhak masuk ke tahap pemilihan langsung oleh warga.

Tentunya tahap seleksi otomatis berlaku untuk setiap desa yang didapati mempunyai lebih dari 5 bakal calon, seperti yang terjadi di banyak Desa di Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Proses seleksi inilah titik hangat mulai muncul ke permukaan dan menjadi bahasan basah dari mulut ke mulut warga desa, bagaimana tidak, tahapan seleksi akan menyisihkan bakal calon yang tidak memenuhi persyaratan.

Meski para calon memiliki banyak pendukung jika dalam tahapan seleksi dinyatakan tidak lolos, maka harapannya menjadi calon Kades sirna menyisakan penyesalan.

Bahkan jalur hukum akan jadi pamungkas upaya mempertahankan haknya sebagai calon Kades, jika saat pencalonan mendadak terhenti karena hal yang dianggap tidak wajar, dengan berbagai dalih pengaduan, mulai dari tidak transparannya proses pelaksanaan, hingga kecurangan penyelenggarannya.

Money Politik di Pilkades

Tapi ada hal yang lebih dan selalu menjadi bahasan menarik akan prosesi pilkades ini, tiada lain soal Money Politik atau Politik Uang.

Politik Uang tentu akan selalu menjadi pencemar nama demokrasi di indonesia. Tidak ketinggalan juga pada Pilkades, sudah dipastikan akan ada saja nuansa yang sama soal penggunaan uang sebagai alat meraih kemenangan.

Terlebih jika ada calon yang punya latar belakang kuat dalam sisi ini atau sering dibilang “Banyak Duit”, kehadiran orang seperti ini tidak pernah lepas dari bayang-bayang pandangan orang terhadap penggunaan kekayaan untuk memenangkan pilkades.

Petahana

Disisi lain selain kekuatan “Duit”, ada pengetahuan dan pengalaman, faktor kedua ini melekat pada “Incumbent” atau Pihak petahana, ketika seorang Petahana berupaya melanjutkan kepemimpinannya dengan ikut kembali pencalonan, maka yang dilihat adalah pengetahuan dan pengalamannya semasa menjabat sebagai Kepala Desa di periode sebelumnya.

Meski banyak terjadi malah patahana berat untuk melaju, karena punya segudang rahasia penuh cibiran dari warga kepadanya, tentu itu mungkin karena selama menjabat ada yang belum dituntaskan dan janji kampanye yang belum terwujudkan.

Koordinaor

Sebagian besar calon kades tidak banyak yang mau blusukan secara langsung jauh sebelum hari pencoblosan, disinilah peran Koordinator atau sebutan lain yang mewakili tim kemenangan beraksi.

Aksi mereka adalah mengsosialisasikan calon kades yang didukungnya dengan berbagai cara, mulai dari memasang baligho sampai dengan “mencatat” banyaknya para pendukung.

Mereka para koordinator ini tidak akan bekerja sendiri, dibelakangnya ada orang-orang seperti pasukan yang siap berbuat sesuai arahan dan “bayaran”.

Pengumpulan Masa

Yang ini erat sekali dengan Money Politik, tapi tidak selalu bersentuhan langsung. ada pula masa dengan sendirinya menyodorkan loyalitas terhadap calon yang dianggapnya pantas, selain dari faktor kekerabatan dan tali persaudaraan yang ada.

Semakin banyak masa pendukung akan sangat baik terutama disaat momen kampanye disediakan panitia, minimal akan terlihat bahwa ada gelombang positif dari antusiasme mereka, karena banyaknya partisipan disaat sesi kampanye akan menjadi bahan perbandingan antara semua calon.

Pengumpulan KTP

Masa pendukung memang tidaklah cukup meyakinkan jika hanya sampai di sesi kampanye, permainan “koordinator” penggerak masa akan muncul disana. andai seseorang merasa senang menyumbangkan waktu dan tenaganya hanya untuk bersorak-sorak membantu calon saat berkampanye secara sukarela, tidak akan jadi masalah.

Yang jadi masalah adalah, kekecewaan muncul disaat setelah semua itu selesai (Kampanye), para partisipan bahkan belum terpenuhi ekspektasinya setelah tau bahwa, keringatnya hanya terbalas baju tipis bertuliskan jargon-jargon kampanye calon kades.

Lihat seberapa uniknya pengumpulan identitas ini, meski tidak terjadi di semua desa. Pengumpulan KTP/KK atau Kartu identitas juga menjadi trik untuk mendulang suara diwaktu pencoblosan nanti, mereka yang telah mengumpulkan KTP/KK kepada “Koordinator” Tim kemenangan seorang calon Kades setidaknya akan punya harapan sebuah “Balasan” setimpal manakala calon itu menang dan menjadi Kades terpilih nanti.

Jika calonnya kalah, artinya pengumpulan identitas itu hanya menjadi obat pereda nyeri yang hanya dapat menahan rasa kecewa untuk sementara.

Ini dia masalah terbesar sebuah desa dalam berdemokrasi, dimana sebuah suara yang berharga tergadai oleh “Balasan” yang belum tentu adanya.

Penulis : Adeas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

19 − ten =