Img 20230727 Wa0022.jpg
Read Time:1 Minute, 45 Second

BOGOR, PENAPUBLIK.COM – Sering pakai anggaran Pemerintah untuk keperluan pribadi sudah banyak membawa oknum pejabat ke ruang khusus untuk di periksa, baik di Kejaksaan Negeri maupun di Kepolisian RI lebih lanjut karena hasil temuan maupun berkat laporan dari warga masyarakat.

Kepala Desa yang ketiban tanggungjawab mengelola dana miliaran pun sangat berpotensi bersinggungan dengan kesempatan serap anggaran untuk kepentingan pribadi.

Alhasil cukup banyak Kepala Desa yang terbawa suasana dan akhirnya merasa tak masalah pakai duit anggaran Desa untuk poya-poya.

Banyak pola yang digunakan, mulai dari sekedar paylater alias pake dulu bayar nanti, sampai yang merasa jadi duit kepunyaan sendiri. Namun pada akhirnya tidak bisa berkutik saat ketahuan dan kena tindakan Aparat Penegak Hukum (APH).

Pola paylater oknum Kepala Desa yang penghasilan tetapnya tidak mencukupi untuk tutup lobang hutang ke Dana Desa tentu saja korbannya bertambah, karena sumber dana bantuan lainnya pun akan dipakainya agar sementara bisa menutup lobang yang ada.

Sayangnya itu jelas dilarang, Jadi jangan coba-coba Kepala Desa gunakan anggaran selain dari yang sudah diatur, apalagi sebagai sumber pemberi pinjaman untuk kebutuhan pribadi.

Mirisnya lagi, oknum Kepala Desa yang tenang-tenang saja melakukan itu, bahkan secara terang-terangan mengaku ini dan itu dibangun pakai uang pribadi padahal uang pribadinya itu hasil korupsi.

Menyalahgunakan kewenangan sebagai Kepala Desa, ambil kebijakan seolah dana milik pribadi bisa pakai dulu baru bayar nanti, nahasnya belum sanggup balikin dana, keburu kasusnya mencuat dan diciduk kena tangkap dan masuk jeruji besi.

Selagi punya uang untuk tutup mulut para pengadu, buntungnya oknum Kepala Desa semacam itu malah jadi bulan-bulanan oknum lain yang mempermainkan masalah sebagai kartu AS agar oknum Kades jadi ATM berjalan yang mengalirkan pundi-pundi cuan.

Oknum pemain masalah korupsi memang sudah jadi temuan cukup sering dalam ruangan bawah tanah di negeri ini, tak heran akhirnya jadi arena saling suap antar oknum hingga akhirnya salah satu dari mereka tidak bisa menutupi perutnya yang kekenyangan karena lagi dan lagi terbawa suasana.

Kemudahannya saat menjadi Kepala Desa seperti dihormati, disegani. Namun seketika bisa lenyap dan menyisakan air mata penyesalan bahkan cenderung dapat bonus dikucilkan oleh masyarakatnya yang sudah tidak lagi percaya punya Kepala Desa. (Red).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

five × 3 =