2025 01 06 06 56 02.png.jpg
Read Time:3 Minute, 0 Second

CIAWI, PENAPUBLIK.COM – Puluhan warga Desa Bojong Murni, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, bersama Aliansi Pemuda setempat menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Desa pada Jumat siang (3/1/2025).

Dalam aksi tersebut, warga menyuarakan kritik terhadap Kepala Desa Muhammad Kusnadi yang dianggap tidak transparan dalam pengelolaan anggaran Desa. Mereka memasang spanduk bertuliskan “Copot Kades Korup” dan mendesak Kepala Desa agar mundur dari jabatannya.

Perwakilan aksi menyebutkan bahwa unjuk rasa tersebut didasarkan pada kekecewaan warga terhadap kinerja Kepala Desa yang dianggap tidak amanah dalam mengelola Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) untuk tahun 2022 hingga 2024.

Ia juga menegaskan bahwa tuntutan mereka sesuai dengan Permendagri Nomor 73 Tahun 2020.

Warga meminta Kepala Desa memberikan laporan pertanggungjawaban dalam waktu 1×24 jam, atau mereka akan melanjutkan aksi dengan massa yang lebih besar di Kantor Kecamatan Ciawi.

Saat Demo Berlangsung di Desa Bojongmurni Ciawi pada Jum’at lalu (3/1/2025).

Dari empat poin kesepakatan yang dibuat pada akhir 2024, warga menyebut hanya satu yang terealisasi, yaitu pembangunan TPT sarana olahraga diwilayah RW 11.

Poin lainnya, seperti renovasi Posyandu di Kampung Jambuluwuk, Program pemberdayaan masyarakat Desa, dan program penguatan ketahanan pangan, disebut tidak terealisasi dengan total anggaran yang dipermasalahkan mencapai angka Rp 260.963.800,-.

Bahkan beberapa waktu lalu, Amran salah seorang warga Desa Bojongmurni membawa kasus ini dan sudah dilaporkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Bogor agar ditindaklanjuti.

“Kades tidak menyanggupi kesepakatan, dan ini menunjukkan bahwa ia tidak amanah,” tegasnya.

Menanggapi tuduhan tersebut, Kepala Desa Muhammad Kusnadi menyatakan bahwa semua laporan anggaran telah disampaikan kepada pihak berwenang, termasuk Inspektorat, Pemerintah Kecamatan Ciawi dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Bogor.

Kusnadi juga menegaskan bahwa anggaran yang belum terserap disebabkan oleh keterlambatan pencairan, bukan penyelewengan.

“Semua sudah beres, dan jika tidak, anggaran berikutnya tidak akan turun,” kata Kusnadi.

Ditempat berbeda, H. Abdul Aziz Anwar, Ketua Dewan Pengurus Cabang Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (DPC Apdesi) Kabupaten Bogor, Ia menjelaskan bahwa keterlambatan pencairan anggaran tahap kedua dari Dana Desa (DD), Bantuan Provinsi (Banprov), dan program Samisade menjadi penyebab utama keterlambatan pelaksanaan program.

“Ada keterlambatan dalam pengajuan dan pencairan. Jadi bukan karena diselewengkan atau dipakai oleh Kades. Akan tetapi memang baru cair dan sudah saya konfirmasi dengan Kadesnya bahwa hal itu sudah dibangunkan artinya sudah beres,” tuturnya.

Azis juga memastikan bahwa hasil pemantauan Apdesi menunjukkan bahwa tidak ada dana yang diselewengkan.”

Saya sudah memantau seluruh bantuan yang masuk ke Desa-desa. Memang regulasinya ada beberapa Desa yang telat didalam penyerapan, pelaporan dan baru cair. Akan tetapi baru cair pun itu langsung dikerjakan oleh para Kades yang terlambat seperti Desa Bojong Murni Kecamatan Ciawi ini,” jelasnya.

Ia juga mengungkapkan bahwa keterlambatan pencairan anggaran bukan hanya terjadi di Desa Bojong Murni, tetapi juga di beberapa Desa lainnya yang ada di Kabupaten Bogor.

Dengan adanya polemik tersebut kata Azis, Apdesi Kabupaten Bogor berkomitmen untuk memantau dan mengingatkan Pemerintah Desa di 416 Desa diwilayah Kabupaten Bogor agar segera menyelesaikan program sesuai peruntukkan dan menghindari keterlambatan serupa di masa mendatang.

“Jadi di tahun 2025 ini saya selaku Ketua DPC Apdesi beserta pengurus, kita akan sama-sama mengingatkan sekaligus akan memantau regulasi terkait pencairan dan lainnya harus segera dikerjakan sesuai dengan peruntukannya,” terang Azis.

Polemik terkait pengelolaan anggaran di Desa Bojong Murni, Kecamatan Ciawi mencerminkan tantangan dalam implementasi transparansi dan akuntabilitas di tingkat Pemerintahan Desa.

Sementara warga menuntut tanggung jawab atas program yang belum terealisasi, pihak Kepala Desa dan Apdesi menjelaskan bahwa kendala administrasi menjadi akar permasalahan.

Alhasil, Polemik ini tentu menjadi pembelajaran penting bagi semua pihak untuk memperbaiki tata kelola anggaran Desa di masa mendatang, demi terciptanya kepercayaan publik dan pembangunan yang berkelanjutan. (Fik/Aas/Redaksi).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

nineteen − 11 =