BANDUNG, PENAPUBLIK.COM –
Angka kesakitan karena HIV dan AIDS terus mengalami peningkatan. Upaya
pencegahan dan penanggulangan sudah banyak dilakukan, akan tetapi pendekatan
medis semata tidak cukup mampu menyelesaikan masalah. Upaya yang dilakukan memerlukan keterlibatan multi pihak dan semua unsur.
Karena HIV dan AIDS merupakan epidemi yang dipengaruhi oleh banyak factor, seperti sosial budaya, ekonomi, politik, termasuk relasi gender (budaya partriarkhi-red).
HIV dan AIDS merupakan issue global yang harus dengan serius ditangani, karena telah menjadi salah satu ancaman bagi keamanan manusia (Human Security). Dewan Keamanan PBB (The United Nations Security Council) untuk melakukan usaha yang bersejarah, mengadopsi resolusi 1308 yang tidak hanya menyatakan isu kesehatan untuk pertama-kalinya, namun juga secara spesifik mengkaitkan penyebaran HIV dan AIDS dengan pemeliharaan kedamaian dan keamanan global.
Penyebaran virus tersebut telah terus terjadi baik di negara maju maupun berkembang bahkan terbelakang. Indonesia menjadi salah satu negara yang
berkontribusi dalam peningkatan kasus HIV di dunia khususnya di Asia Tenggara.
Tentunya hal ini bukan sesuatu hal yang menyenangkan mengingat Indonesia begitu memiliki banyak potensi untuk juga berkemajuan dalam segala bidang.
Sejalan dengan target global untuk mengakhiri epidemi AIDS pada tahun 2030, Indonesia telah menetapkan untuk mencapai 95-95 -95 dan three zero/3.0 HIV AIDS dan PIMS pada tahun 2020-2024. Berdasarkan estimasi tahun 2020, diperkirakan akan terdapat 543.100 orang dengan HIV (ODHIV).
Laporan Sistim Informasi HIV AIDS (SIHA) Kementerian Kesehatan RI bahwa pada 31 Maret 2020 pada bulan Desember 2019 menunjukkan terdapat sebanyak 511.955 ODHIV yang telah mengetahui status terinfeksi HIV, dan terdapat 319.618 kasus Penyakit Infeksi Menular Seksual (PIMS).
Dengan urutan DKI Jakarta, Papua, Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat. Jika dilihat dari kondisi diatas bahwa Jawa Barat menjadi salah satu Propinsi dalam urutan lima (5) besar di Indonesia.
Berdasar pada PMK No 23 Tahun 2022 Tentang Penanggulanagan HIV AIDS dan IMS, bahwa indikator eliminasi HIV ditetapkan jumlah infeksi baru menjadi 7 per 100.000 penduduk berusia 15 tahun keatas yang tidak terinfeksi, termasuk menurunnya infeksi baru HIV pada bayi dan balita dari ibu kurang dari atau sama
dengan 50 per 100.000 kelahiran hidup.
Pencapaian indikator ini diharapkan tercapai melalui pendekatan Strategi Fast Track 95% 95% 95% pada tahun 2027
dan secara keseluruhan epidemi AIDS berakhir pada tahun 2030.
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat melaporan situasi penemuan kasus dan pengobatan HIV per Bulan Agustus 2023, dari Estimasi ODHIV sebesar 64.635, baru bisa ditemukan sebanyak 56.587 atau baru sebesar 88%. Selanjutnya dari angka temuan tersebut yang sudah melakukan On ART baru mencapai 27.189 kasus, atau
baru 51% serta yang baru status Viral Load nya Tersupresi baru 10.933, atau baru sekitar 42 persen.
Capaian di atas, menunjukkan bahwa intervensi program belum sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
Intervensi program yang sekarang dilakukan masih bersifat parsial, belum terkoordinasi dengan baik, belum mampu merangkul semua elemen untuk berkolaborasi dengan harmonis.
Masing masing elemen yang berkepentingan masih berjalan masing masing dan tidak saling melengkapi. Hal tersebut terjadi, karena kabupaten/kota di Jawa Barat, dalam melakukan intervensi program belum disatukan dalam bersinergi dan rencana kerja atau roadmap yang jelas dan terukur. Provinsi Jawa Barat dan sebagian besar Kabupaten atau Kota tidak memiliki Rencana Aksi Daerah (RAD) Penanggulangan HIV
dan AIDS sebagai panduan semua pihak untuk berkontribusi dalam pencegahan dan penanggulangan HIV-AIDS di Jawa Barat.
Forum Masyarakat Peduli AIDS Jawa Barat menilai bahwa giat-giat di lapangan masih terus berjalan oleh beberapa elemen, baik Pemerintah dan masyarakat. Hal tersebut bisa menjadi potensi besar dalam berkontribusi terhadap pencapaian tujuan yang disepakati bersama. Potensi semua sektor dan unsur ini perlu dirangkul dan disatukan kembali melalui komitment bersama melalui kolaborasi Pentahelix ABCGM (Akademisi, Business, Community , Government, dan Media).
Harapannya, Kolaborasi Pentahelik ini akan mendorong adanya Dokumen Rencana Aksi Daerah P2 HIV AIDS di tiap Kabupaten/Kota. Dokumen tersebut menjadi pegangan para pihak di kabupaten/ kota menuju ending AIDS 2030 di tingkat global, nasional dan khususnya di Provinsi Jawa Barat.
Melalui rapat koordinasi yang diselenggarakan di Bandung, 24-26 Oktober 2023, Forum Masyarakat Peduli AIDS Jawa Barat menyatakan sikap untuk mendesak Pemerintah Provinsi Jawa Barat, sebagai berikut:
- Mendesak peran Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat dan Pemerintah Kabupaten/ Kota untuk mengembangkan collaborative governance melalui strategi kolaborasi Pentahelik (Pelibatan Multipihak) dalam penanggulangan HIV- AIDS di Jawa Barat dalam
pencapaian Ending AIDS 2030. - Mendesak Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Perintah Kabupaten/Kota untuk memposisikan OMS sebagai mitra strategis Pembangunan daerah, terutama terhadap Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) yang telah terbukti memberikan kontribusinya terhadap Penanggulangan HIV-AIDS dalam upaya pencapaian Ending AIDS 2030.
- Mendesak optimalisasi Kelembagaan KPA Provinsi Jawa Barat dan KPA Kabupaten/ Kota yang salah satu tugasnya adalah mengkordinasikan penyusunan perumusan kebijakan, strategi dan langkah-langkah yang diperlukan dalam penanggulangan AIDS di Jawa Barat, serta memimpin, mengelola,mengendalikan.memantau dan mengevaluasi pelaksanaan penanggulangan AIDS di semua tingkatan,sebagaimana diatur Permendagri 20 tahun 2007
tentang Pembentukan Komisi Penanggulangan AIDS dan pemberdayaan masyarakat dalam
rangka penanggulangan AIDS di daerah. - Mendesak Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat dan Kabupaten/ Kota agar menjalankan komitmen yang telah disepakati oleh para Kepala Daerah di Jawa Barat yang tertuang dalam Deklarasi Bandung untuk mengakhiri Epidemi AIDS di Indonesia pada Tahun 2030 dan komitmen bersama Gubernur Jawa Barat dan Bupati/Walikota se-Jawa Barat tentang penanggulangan HIV/AIDS secara terpadu melalui gerakan pencegahan ancaman radikalisme, narkoba, HIV-AIDS dan kekerasan untuk mewujudkan Jawa Barat Juara lahir bathin (tertanggal 30 Oktober 2018), agar memastikan kebijakan anggaran penanggulangan HIV AIDS di tingkat Provinsi maupun di
seluruh Kota/Kabupaten di Jawa Barat wajib dialokasikan dalam setiap tahunnya. - Mendesak Pemerintah
Daerah Provinsi Jawa Barat dan Kabupaten/Kota untuk memperkuat regulasi yang menjamin pelaksanaan program penanggulangan HIV/AIDS
yang komprehensif berbasis kebutuhan daerah dalam bentuk Rencana Aksi Daerah. - Mendesak Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Kabupaten/Kota untuk melakukan upaya-upaya kongkrit untuk meminimalisir ketergantungan anggaran Penanggulangan AIDS yang
bersumber dari dana Luar Negeri.
Forum Masyarakat Peduli AIDS Jawa Barat.
Oleh : Daniel K Ramadhan, S.E, Ketua Presidium Forum.