
MEGAMENDUNG, PENAPUBLIK.COM – Eiger Adventure Land di Desa Sukagalih, Kecamatan Megamendung, kini statusnya disegel Pemerintah Kabupaten Bogor.
Penyegelan tersebut menjadi bagian dari tindakan tegas terhadap empat lokasi wisata di Puncak yang dianggap melanggar regulasi lingkungan, tepatnya sejak kunjungan Gubernur Jawa Barat, Menteri Lingkungan Hidup dan Menko Pangan pada Kamis (06/03/2025).
Empat lokasi yang disegel dalam satu hari itu meliputi: Pabrik Teh Ciliwung di Telaga Saat, Hibisc Fantasy Puncak dan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) I Regional 2 Agro Wisata Gunung Mas Cisarua serta Eiger Adventure Land (EAL) di Megamendung.
Dari keempatnya, Eiger Adventure Land (EAL) sempat menjadi kebanggaan dengan jembatan gantung sepanjang 530 meter yang digadang-gadang sebagai jembatan gantung terpanjang di Dunia, mengalahkan jembatan di Arouca, Portugal (516 meter).
Namun demikian, impian tersebut kini berujung penyegelan dan rencana pembongkaran.
Sebelumnya, proyek ini sempat mendapatkan apresiasi dari berbagai pejabat, termasuk Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif kala itu, Sandiaga Salahuddin Uno. Bahkan, Wakil Bupati Bogor terpilih, Ade Rohandi, pernah mengusulkan agar peresmian lokasi wisata ini dilakukan oleh Gubernur Jawa Barat setelah resmi menjabat.
Namun, takdir berkata lain. Saat mengunjungi lokasi tersebut, Dedi Mulyadi justru tersentuh bahkan terlihat menangis manakala melihat kondisi alam yang tergerus akibat pembangunan.

Ia mendapati tanah yang longsor, area yang diratakan secara masif, serta pepohonan yang seharusnya menjadi paru-paru kawasan Puncak justru lenyap demi kepentingan ekonomi.
“Ya, kalau ngomong soal keuntungan, ini tempat memang laku, pak. Tapi kan ada yang terganggu,” ucap Dedi dengan mata berkaca-kaca.
Kontroversi antara pengembang tempat wisata dan pegiat lingkungan di Kabupaten Bogor bukanlah hal baru, bak pariwisata versus kelestarian alam, dimana persoalan lama yang terus berulang.
Wilayah Puncak telah lama menjadi medan tarik-menarik kepentingan antara investasi pariwisata dan kelestarian lingkungan.
Alih fungsi lahan di kawasan ini berkontribusi terhadap peningkatan risiko banjir dan longsor di wilayah hilir. Pembangunan lokasi wisata di zona konservasi terus terjadi, sering kali mengabaikan kajian lingkungan dan aturan tata ruang.
Ironi ini semakin dalam ketika bukan hanya entitas swasta yang menjadi aktor utama, tetapi juga BUMD dan BUMN yang ikut berperan dalam proyek-proyek yang kemudian melanggar aturan.
Melihat situasi yang semakin memprihatinkan, Bupati Bogor, Rudy Susmanto, mengambil langkah drastis dengan mencabut kewenangan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam menerbitkan izin. Kini, setiap perizinan harus melalui persetujuan langsung Kepala Daerah.
“Saya mengeluarkan Peraturan Bupati yang baru. Hari ini kami tanda tangani, yaitu menarik seluruh proses perizinan kembali ke Kepala Daerah. Tidak ada lagi delegasi izin di SKPD,” tegas Rudy.
Tak hanya itu, izin-izin yang sudah terlanjur diterbitkan, akan dievaluasi ulang, terutama yang berkaitan dengan lingkungan.
Penyegelan ini bisa menjadi momentum titik balik dalam pengelolaan pariwisata di Puncak. Antara nilai ekonomi dan kelestarian lingkungan harus berjalan berdampingan. Namun, selama regulasi masih bisa dinegosiasikan demi kepentingan korporasi dan investor, kasus serupa kemungkinan akan terus berulang.
Apakah ini hanya drama sesaat atau awal dari perubahan nyata? Waktu yang akan menjawab.
Penulis : AAS
Editor : Taufik