KOTA BOGOR, PENAPUBLIK.COM – Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Bogor menggelar audiensi dengan Penjabat (Pj) Wali Kota Bogor, Pada Senin (30/9/2024).
Dalam pertemuan tersebut, PMKRI menyampaikan berbagai isu krusial di Kota Bogor, mulai dari kasus pembunuhan Saundri Noven, regulasi sepeda listrik, hingga masalah intoleransi yang masih terjadi di Kota Bogor ini.
Menurut Jelsius Nong Osko Mada, Ketua Presidium PMKRI Kota Bogor, menekankan pentingnya langkah konkret dari Pemkot dalam menyelesaikan masalah-masalah tersebut. Contohnya kasus pembunuhan Saundri Noven kembali disorot dalam audiensi tersebut Jelsius Nong Osko Mada mendesak agar Pj. Wali Kota Bogor segera mendorong Polresta Kota Bogor mempercepat penanganan kasus yang hingga kini belum menemui kejelasan.
“PMKRI sudah berulang kali melakukan aksi dan demonstrasi terkait kasus Noven, namun belum ada perkembangan signifikan. Sebagai Kota Ramah Anak, Kota Bogor harus memastikan kasus ini mendapat perhatian serius,” tegasnya.
PMKRI menilai lambannya penegakan hukum pada kasus Noven mencederai citra Kota Bogor sebagai Kota yang peduli terhadap anak dan keadilan.
Selain kasus Noven, PMKRI juga menyoroti Peraturan Daerah (Perda) Tahun 2020 yang mengatur tentang standar keamanan sepeda listrik di Kota Bogor.
Sementara itu, Afren, Presidium Hubungan Perguruan Tinggi PMKRI, mengatakan bahwa regulasi yang ada belum sepenuhnya jelas, terutama dalam aspek keselamatan.
“Kami mempertanyakan apakah ada peraturan yang jelas terkait penggunaan sepeda listrik, khususnya soal penggunaan dan keamanan. Mengingat beberapa kasus kecelakaan yang melibatkan sepeda listrik, kami harap aturan ini dapat diperjelas dan ditegakkan,” ujar Afren.
Ditempat yang sama terkait masalah Pedagang Kaki Lima (PKL), Isak Frigi De Quirino, Presidium Pendidikan dan Kaderisasi meminta agar penataan dilakukan dengan pendekatan yang lebih tertib. Ia mengusulkan agar pemerintah menyediakan tempat khusus bagi para PKL, bukan sekadar menggusur mereka tanpa solusi.
“Penataan PKL harus dilakukan tanpa mengorbankan mata pencaharian mereka. Kami berharap ada regulasi yang memastikan penyediaan tempat khusus bagi PKL agar bisa berjualan dengan nyaman dan legal,” papar Isak.
Masalah intoleransi di Kota Bogor juga menjadi perhatian serius dalam audiensi tersebut. Yulianus Go, Presidium Hubungan Masyarakat Katolik, menyoroti Bogor sebagai Kota paling intoleran ketiga di Indonesia.
Salah satu contoh intoleransi yang disampaikan adalah larangan pelaksanaan misa oleh PMKRI di Auditorium Perpustakaan Kota Bogor saat pelantikan Dewan Pimpinan Cabang PMKRI tersebut.
“Kami mempertanyakan, mengapa di Kota Bogor yang mengaku menjunjung toleransi, PMKRI tidak diizinkan mengadakan misa di fasilitas publik? Ini menjadi salah satu bentuk intoleransi yang masih nyata di Kota ini,” terangnya.
Perwakilan PMKRI berharap agar audiensi ini bisa menjadi awal dari kolaborasi antara PMKRI dan Pemerintah Kota Bogor dalam menyelesaikan berbagai persoalan yang ada.
“Kami berharap Pj Wali Kota Bogor dapat mengambil langkah-langkah nyata untuk menuntaskan berbagai masalah ini. PMKRI siap menjadi mitra kritis pemerintah untuk mewujudkan Bogor yang lebih baik, aman, dan toleran.” pungkas Jelsius.
Audiensi sebagai bentuk komitmen PMKRI dalam memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat Kota Bogor, serta sebagai upaya untuk mendorong Pemerintah mengambil tindakan yang lebih nyata dan tegas terhadap berbagai permasalahan yang ada. (Ferdi).