Bogor, PenaPublik.com – Beberapa Tagar (tanda pagar) yang menyuarakan prosesi pesta demokrasi desa dipampang melalui sebuah tulisan seorang mahasiswa yang juga perwakilan dari Himpunan Mahasiswa Indonesia Komisariat Universitas Djuanda beberapa hari yang lalu (30/10).
Melalui tulisannya bertajuk “MONEY POLITICS ATAU POLITIK UANG PADA PILKADES SERENTAK BOGOR 2019” membahas sebuah perhatian terhadap momentum pilkades serentak di Kabupaten Bogor, yang dalam hitungan hari ini segera digelar puncaknya.
Berikut selengkapnya,
MONEY POLITICS ATAU POLITIK UANG PADA PILKADES SERENTAK BOGOR 2019
(Oleh : M. Aldiyat Syam Husain/Ketua Umum HMI Komisariat UNIDA 2015-2016,
Direktur LBHMI Cabang Bogor 2019-2020)
Pemilihan Kepala Desa serentak Kabupaten Bogor gelombang III atau yang ke 3 (tiga) kalinya diselenggarakan secara serentak telah hampir semua tahapan usai terlaksana dari tahapan persiapan, pencalonan, tak lama lagi memasuki tahapan pemungutan suara dan terakhir penetapan.
Momentum pilkades serentak kabupaten bogor pada 3 november 2019, harus menjadi ajang edukasi poltik bagi warga desa dari 273 desa tersebar di 39 kecamatan se-kabupaten bogor yang melaksanakan hajatan pilkades serentak ini. Ibarat kata, jangan sampai karena “nila setitik rusak susu sebelanga”, jangan karena selembar uang kertas maka tiket kursi kepala desa diberikan kepada orang yang salah.
Ini lah yang seharusnya diperhatikan oleh calon kepala desa dan masyarakat desa itu sendiri dalam menetukan pilihannya, harusnya dalam memilih yang dilihat adalah ide dan gagasan calon yang digambarkan dalam visi dan misi calon kepala desa (cakades), apa si calon ini berikan untuk desanya. Masyarakat desa yang memilih adalah sebagai sang pemberi mandat dan calon kades adalah sang penerima mandat.
Sejatinya masyarakat desa jangan terpengaruh oleh politik uang karena itu hanya memberatkan saja, tetapi bagaimana seharusnya dalam pilkades ini masyarkat desa diberikan edukasi politik yang baik dibangunkan kesadarannya, dan digerakkan nuraninya, sehingga tersadarkan dan demokrasi desa akan jauh lebih baik dapat lebih bermakna. Money politics atau politik uang itu sendiri hanya menjadikan masyarakat desa tidak cerdas berpolitik dan justru menyesatkan. Dalam teori kausalitas dikatakan bahwa adanya “akibat karena ada sebab”, korelasinya dalam persoalan money politics atau politik uang sudah barang tentu ada penyebab atau latar belakang dari terjadinya politik uang dinegeri ini yang telah mencoreng esensi dari demokrasi yang kita junjung.
Ada 2 subjek yang menyebabkan terlaksananya praktik politik uang ini yaitu kandidat sebagai calon kades dan masyarakat desa sebagai pemilih. Salah satu alasan mengapa calon kades melakukan praktik money politics atau politik uang adalah karena takut kalah bersaing dengan calon kades lainnya. Calon kades yang bersaing pada periode ini masih mencari bentuk serangan fajar sehingga berpotensi melakukan politik uang, sedangkan calon kades yang pernah mecalonkan diri pada pilkades sebelumnya (incumbent) atau petahana, tentu lebih ahli dalam money politcs atau politik uang dan sudah tentu akan mengulangi hal yang sama.
Money Politics atau Politik uang adalah suatu bentuk pemberian atau janji menyuap seseorang baik agar supaya orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih maupun supaya iya menjalankan haknya dengan cara tertentu pada saat pemilihan. Politik uang ini sudah termasuk kedalam sebuah bentuk pelanggaran kampanye.
Politik uang umumnya dilakukan oleh simpatisan atau tim sukses calon menjelang hari pencoblosan. Dalam KUHP, yaitu pasal 149 ayat (1) dan ayat (2) untuk menjerat pelaku politik uang. Ayat (1) berbunyi “Barangsiapa pada waktu diadakan pemilihan berdasarkan aturan-aturan umum, dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, menyuap seseorang supaya ia tidak melakukan haknya memilih, atau supaya ia menjalankan hak itu dengan jalan yang tertentu, dihukum penjara selama-lamanya sembilan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 4.500. sedangkan ayat (2) berbunyi “Hukuman itu juga dijatuhkan kepada sipemilih, yang menerima suap atau perjanjian akan berbuat sesuatu”. Yang dihukum menurut pasal ini bukan saja orang yang menyuap, akan tetapi juga orang yang menerima suap itu.
Tidak ada sanksi pidana dalam Aturan/Perbup tentang Pilkades tetapi, praktik money politics atau politik uang tetap dapat dipidana dengan KUHP.
Menjelang pilkades serentak bogor 2019 ke 3 (tiga) kalinya, pemkab bogor justru baru memikrkan aturan tentang sanksi bagi pelaku money politics atau politik uang, yang dimana jika penulis melihat, pemkab bogor dibawah kepemimpinan Bupati Ade Yasin dan Wabup Iwan Setiawan terlihat tergesa-gesa, kenapa baru sekarang terpikirkan padahal pemkab bogor telah mengeluarkan Perbup No 37 Tahun 2019 tentang Pemilihan, Pengangkatan Dan Pemberhentian Kepala Desa.
Harusnya jika Pilkades 2019 adalah salah satu prioritas pemkab bogor dari sejak diterbitkan dan berlakunya perbup itu juga sudah dikeluarkan aturan mengenai sanksi bagi pelaku politik uang, belum lagi kita berbicara tentang bagaimana mekanisme pembuktiannya, jika ada dugaan atau indikasi bahkan laporan masyarakat terkait praktik politik uang dilakukan oleh kadidat calon kepala desa? Hemat penulis, pemkab bogor mesti introspeksi dalam pemilihan kepala desa 2019, pemkab bogor sudah semestinya menciptakan iklim demokrasi desa yang baik untuk desa kepada masyarakat desa sehingga pilkades berjalan dengan kondusif terhindari hal-hal yang merugikan banyak pihak pada pilkades baik calon kepala desa dan masyarakat desa.
Pesan untuk pemilih masyarakat desa pada pilkades serentak bogor di 273 desa, kiranya dalam memilih calon kepala desa, masyarakat desa jangan melihat berapa uang yang diberikan masing-masing calon kades kepada anda. Anda ada hak menolaknya. Tapi lihatlah isi kepala si calon kepala desa apa yang hendak ditawarkan (ide dan gagasannya) dalam visi dan misinya untuk membangun desa. Sadarlah bahwa pemegang mandat kursi kepala desa adalah anda sendiri (masyarkat desa) anda-lah sebenarnya Tuannya, kepala desa hanyalah sebuah jabatan yang dibebankan untuk mengurusi anda (masyarakat desa).
Penulis berharap masyarakat desa yang melangsungkan hajatan pilkades serentak 2019 di 273 desa sudah punya calon kades pilihannya, dan semakin cerdas pula berpoltik. Terlepas dari adanya intimidasi dan acaman dari pihak manapun dalam memilih pada pemilihan kepala desa 03 november 2019, jika ada intimidasi dan ancaman jangan takut untuk melaporkan kepada pihak berwajib atau mendatangi kantor kepolisian setempat.
#TOLAKPOLITIKUANG
#DESABERDAULAT
#DESAMANDIRI