Berita 20190426190312 Penapublik.jpg
Read Time:3 Minute, 44 Second

Bogor, PenaPublik.com – Kondisi alam di wilayah puncak yang saat ini mulai banyak sorotan dan mengundang keprihatinan dari berbagai pihak, ditambah setelah terjadinya bencana banjir dan longsornya tanah pasca hujan deras beberapa waktu yang lalu (25/04) bahkan memakan korban dan kerusakan dibanyak lokasi.

Salah satu orang yang mencoba mengungkapkan keprihatinannya terhadap kondisi tersebut ialah Sunyoto, ia adalah Direktur sebuah institusi bernama Rumpun Hijau Institute.

Sonyoto menyebutnya dengan catatan jempol sunyoto dan membawa judul “HULU CILIWUNG KEMBALI MENGAMUK”.

Tulisan yang sengaja dibuat untuk menggambarkan pandangannya terhadap kondisi sungai ciliwung itu tersebar melalui aplikasi sosial media.

Berikut Tim PenaPublik kutip secara lengkap isi dari tulisannya.

HULU CILIWUNG KEMBALI MENGAMUK

Baru setahun yang lalu Hulu Ciliwung meluapkan airnya hingga mengakibatkan kerusakan di sepanjang bantaran yang dia lalui. Kini Ciliwung kembali meluap dan mengakibatkan kerusakan yang hampir sama.

Bedanya tahun kemarin terjadi di Puncak musim hujan di bulan Februari, kjnj terjadi di penghujung bulan kemarau ( jika siklus pergantian musim masih berlaku di bulan April dan oktober ).

Lalu apa penyebab Hulu Ciliwung hingga meluap sedemikian rupa. Tentu perlu kajian akademis yang benar-benar bisa di pertanggung jawabkan.

Jika hanya berdasar pengamatan secara umum maka penyebab meluapnya Ciliwung lebih karena Intensitas atau Curah hujan yang tinggi di bagian hulu.

Karena Ciliwung sudah meluap dari mulai Ujung Kampung paling atas di Cisarua. Hal itu nampak dari meluapnya Ciliwung di hutan Wisata Citamiang yang notabene diatasnya tidak ada kampung atau bangunan yang masif.

Diatas Citamiang adalah Perkebunan Teh dan atasnya lagi sudah hutan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Ada satu kampung yaitu pondok 10 dan perkebunan bunga potong . Apakah kampung dan perkebunan bunga potong tersebut menjadi penyumbang air terbesar terhadap meluapnya Hulu Ciliwung?
Itulah yang saya maksud perlunya kajian khusus.

Sementara selain dari Air limpahan dari rumah warga, dari mana lagi air tersebut? Bisa jadi dari mata air Ciburial, Telaga Warna, Telaga Saat dan kumpulan air dari mata air ditambah curah hujan yang tinggi di bagian atas wilayah Cisarua.

Setelah dari Citamian, Ciliwung merangsek ke Kp. Tonjong belakang KFC, Desa Tugu Utara. Satu bangunan rumah rusak di terjang luapan sungai Cilwung. Dilokasi ini kalau kita perhatikan memang ada penyempitan sungai dengan adanya dinding tembok di kanan kiri sungai. Apakah memang lebar sungainya segitu, atau adanya bangunan yang masuk ke wilayah sungai, walahualam.

Berikutnya, luapan Ciliwung merusak Jembatan di Kp. Muara dan Cijulang, Desa Cipayung Kecamatan Megamendung. Namun diantara Desa Tugu hingga Cipayung tersebut, air sungai Ciliwung juga meluap ke beberapa rumah dan perkebunan atau persawahan serta kolam kolam warga.

Lalu apakah maraknya pembangunan di kawasan Puncak menjadi penyebab utama meluapnya Hulu Sungai Ciliwung? Menurut saya tidak juga. Karena seperti saya katakan diatas Curah dan intensitas hujan yang tinggi menjadi penyebab utama. Selebihnya adalah semakin berkurangangnya ruang resapan akibat pembangunan perumahan.

Namun jika kita mengatakan curah hujan sebagai penyebab utama, maka kita tidak bisa berbuat apa apa . Karena itu adalah kejadian alam diluar kuasa manusia. Selebihnya kita hanya bisa berusaha mengurangi korban Jiwa dan Harta. Dengan cara bagaimanakah? Yaitu dengan Mengurangi pemukiman di pinggiran sungai.

Hal lain lagi yang perlu dilakukan adalah membuat kolam kolam tanah ditengah kampung dengan luasan tertentu sebagai Ruang Resapan Komunal, guna mengerem laju air ke sungai.

Hujan selain menyebabkan banjir juga menyebabkan tanah longsor. Dalam musibah tahun kemarin dan sekarangpun juga terjadi. Hal ini murni karena curah hujan dan tidak tepatnya lokasi pembangunan perumahan. Baik rumah warga maupun Villa. Yang mengakibatkan korban nyawa dan harta.

Lalu perlukah moratorium dan pengetatan pembangunan perumahan di perketat atau dilakukan Moratorium? Sangat perlu. Karena dengan adanya pengetatan perijinan maka akan meminimalisir adanya korban nyawa dan harta tadi.

Sementara Moratorium dilakukan untuk dilakukan evaluasi secara menyeluruh tentang apa apa yang sudah terjadi dan apa langkah atau solusi kedepannya.

Bicara masalah Puncak dan Sungai Ciliwung sangat komplek. Selain indahnya panorama yang mengundang wisatawan dan investor berlomba lomba ke Puncak juga adanya masyarakat yanv tidak urban. Sehingga peningkatan kepadatan perumahannya sangat masif . Hal terakhir inilah yang perlu menjadi perhatian Pemerintah baik Pemkab, Pemprop maupun Pemerintah Pusat.

Kalau masalah pengusaha lebih mudah menanganganinya , tinggal penegakan aturan secara tegas saja. Tapi pada saat berhadapan dengan warga masyarakat tentu perlu solusi bagi mereka, bukan hanya sekedar bicara aturan.

Jadi intinya, alam tetap dan terus bergerak, kita sebagai manusia berusaha untuk tidak semakin merusak yang nantinya berdampak kepada kehidupan kita sendiri.

Tetaplah bijak kepada Alam, keseimbangan hidup antara alam dan manusia yang harus di pertahankan.

Dan sekali lagi tetaplah bijak dalam menghadapi permasalahan yang ada.

Catatan Jempol Sunyoto, Direktur Rumpun Hijau Institut.
Cisarua, 25 April 2019.

Penulis : Adeas

Editor : Taufik Hidayat

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

20 + 8 =