M.aldiyat Penapublik
Read Time:2 Minute, 32 Second

PenaPublik.com – Setiap 9 Desember dunia memperingati hari anti korupsi sedunia yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran anti korupsi dana dampak negatifnya terhdap masyarakat. Korupsi tidak lain adalah tindakan penyalahgunaan kekuasaan yang dipercayakan oleh perilaku tidak jujur dan tidak etis yang mengarah pada keuntungan pribadi.

Dalam sejarah lahirnya peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia ini dimulai setelah konvemsi PBB melawan korupsi pada 31 Desember 2003 dengan maksud yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran anti korupsi. Melalui resolusi 58/4 pada 31 Oktober 2003, PBB menetapkan 9 Desember sebagai Hari Anti Korupsi Internasional. Majelis PBB mendesak selutuh negara dan organiaasi integrasi ekonomi regional yang kompeten untuk menandatangani dan meratifikasi konvensi melawan korupsi.

Hal ini dilakukan untuk memastikan pemberlakuan Hari Anti Korupsi Sedunia secepatnya. UNCAC (United Nation Convention Against Corruption) adalah instrumen korupsi Internasional pertama yang mengikat secara hukum. UNCAC juga memberikan kesempatan untuk memberikan tanggapan global terhadap korupsi.

Indonesia memiliki regulasi yang terkait dengan korupsi yakni, UU Nomor 8 Tahun 1981 KUHP, UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selain Undang-Undang ini masih terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur secara konkrit tentang korupsi.

Saat ini di Indonesia kita bicara tentang korupsi atau pemberantasan korupsi di Indonesia adalah bicara tentang KPK.

Daru catatan kebelakang titik balik pemberantasan korupsi di Indonesia menjadi tanda tanya besar, apakah penguatan atau justru masing-masing selera politik penguasa dan elit politik.

Kemudian, bagaimana sebenarnya komitmen Presiden Jokowi untuk menjadikan Indonesia bebas dari korupsi?

Sejauh yang terlihat dan belum hilang diingatan bahwa dalam mekanisme pemilihan pimpinan kpk dan ketua kpk, pada 13 Sepetember 2019 yang lalu, oleh komisi III DPR RI dinilai berakhir anti-klimaks. Belum lagi, tidak didengarnya atau dilibatkannya masyarakat luas dalam seleksi pimpinan kpk. Adapun langkah paralel yang diambil DPR RI dan Pemerintah dengan merevisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK secara cepat dimana masukan dari masyarakat tidak didengarkan sama sekali.

Selain itu seluruh Capim KPK diminta untuk menandatangani seat fit and proper test yang mana merujuk pada persetujuan terhadap revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.

Dengan kondisi yang seperti ini, dapat dikata bahwa pemberantasan korupsi di Indonesia masih jauh dari harapan awalnya, yakni menciptakan pemerintahan yang sepenuhnya bersih dan bebas dari KKN.

Namun, kita sebagai elemen bangsa ini yang masih dan terus peduli dengan upaya perbaikan, pembenahan dan upaya melawan korupsi tidak boleh putus asa, karena apa yang kita lakukan selama ini telah membawa manfaat besar bagi bangsa ini. Tinggal sejauh mana ikhtiar kita.

Dengan demikian, Hari peringatan Anti Korupsi Sedunia 9 Desember jangan hanya dijadikan sebagai pengingat semata, namun juga sebagai pukulan telak bagi seluruh dunia termasuk Indonesia untuk secara serius, menyatukan kekuatan, meningkatkan komitmen untuk mencegah makin tingginya angka kejahatan korupsi. Jika tidak, menjadi Negara yang bebas dari korupsi hanya akan menjadi angan-angan dan mimpi semata.

Secara tegas dapat dikatakan bahwa korupsi merupakan kejahatan luar biasa (extra-ordinary) yang harus diberantas di negeri ini.

Penulis : M. Aldiyat Syam Husain

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *