Bogor, PenaPublik.com – Dimasa tenang menuju hari Pemilihan Umum yang secara serentak digelar pada 17 April mendatang Alat Peraga Kampanye (APK) dan hal-hal lain yang berbau kampanye baik secara nyata maupun berbasis dunia maya, sejatinya tidak lagi diperkenankan muncul di ruang publik.Terlebih lagi kampanye hitam seperti halnya bermain uang yang sering disebut money politic yakni membagi-bagikan uang kepada calon pemilih sebagai imbalan untuk memilih peserta Pemilu tertentu.
Sesuai yang tertuang dalam Pasal 278 UU Pemilu No 7/2017, selama masa tenang, pelaksana, peserta, dan/atau tim kampanye Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilarang menjanjikan atau memberikan imbalan kepada pemilih untuk: tidak menggunakan hak pilihnya, memilih pasangan calon, memilih partai politik peserta Pemilu tertentu, dan memilih calon anggota DPR/DPRD/DPD tertentu.
Jelas larangan tersebut mengakibatkan sebuah sanksi jikalau siapapun melanggarnya, merujuk pada Pasal 523 ayat (2) juncto Pasal 278 ayat (2) UU Pemilu, sanksi jika melanggar larangan di atas yaitu pidana penjara paling lama 4 tahun dan denda paling banyak Rp 48 juta.
Sedangkan larangan berkampanye di media sosial diatur Melalui PKPU yang tertuang dalam Pasal 53 ayat (4) PKPU No 23/2018. Untuk menjalankan tugas pengawasan di latar digital saat ini Bawaslu Bekerjasama dengan Kominfo, mengawasi iklan di media sosial.
Kembali pada politik uang, dimana uang ditebar kesetiap calon pemilih yang sangat banyak, seberapa banyak uang yang dikeluarkan para pelaku politik hitam ini?, Tim PenaPublik.com coba menghitungnya secara sederhana.
Disimulasikan sebuah Desa memiliki 1000 pemilih tetap, setiap orang pemilih tetap tersebut menerima uang sebesar Rp.20.000,- disetiap amplop yang didapatnya.
Dihari tenang amplop berhasil ditebar pada 50% DPT dari 1000 DPT/ Desa, maka 20 Ribu Rupiah Dikalikan 500 DPT hasilnya adalah Rp. 10.000.000,- Untuk 1 pelaku permainan uang ini nilainya cukup untuk membantu puluhan orang fakir miskin mendapatkan baju baru menjelang Hari Raya Iedul Fitri, menyekolahkan kembali seorang anak yang putus sekolah karena kekurangan biaya dan lain-lainnya yang lebih bermanfaat daripada hanya menghambur-hamburkan uang.
Walhasil, Tinggal dikalikan saja berapa kelipatan jika dilakukan lebih dari 1 pelaku dan bisa jadi dengan nominal dan target DPT yang jumlahnya berbeda, Perputaran Uang menjelang puncak pesta Demokrasi di Negeri ini begitu luar biasa, hanya saja dampak yang ditimbulkan bukan meningkatnya taraf ekonomi malah akhirnya merusak demokrasi itu sendiri.
Penulis : Adeas
Editor : Taufik Hidayat