Soal Masa Jabatan Kepala Desa Tuntutan Ribuan Kades Vs Gugatan Seorang Warga.jpg
Read Time:1 Minute, 28 Second

BOGOR, PENAPUBLIK.COM – Seorang warga bernama Eliadi Hulu menggugat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa ke Mahkamah Konstitusi (MK), Pada Rabu (25/1/2023). Ia menginginkan perubahan masa jabatan Kepala Desa dari sekarang yang menjabat selama 6 tahun dan terpilih untuk maksimum 3 periode menjadi 5 tahun dan terpilih untuk maksimum 2 periode.

Seperti keterangan Eliadi yang dilansir laman Kompas.com menjelaskan alasannya menggugat UU Desa karena khawatir dengan tuntutan sekelompok Kepala Desa yang menginginkan perpanjangan masa jabatan menjadi 9 tahun dan dapat terpilih 3 kali.

Hal tersebut dianggapnya akan membunuh demokrasi di tingkat Desa dan bertentangan dengan UUD 1945.

“Tuntutan tersebut tentunya akan membunuh demokrasi di tingkat Desa dan bertentangan dengan UUD 1945,” kata Eliadi lewat keterangan tertulis, Pada Jum’at (27/1/2023).

Sebelumnya, ratusan Kepala Desa menggelar unjuk rasa di depan gedung DPR RI Jakarta untuk menuntut revisi UU Desa yang mengubah ketentuan masa jabatan mereka.

Eliadi menganggap tuntutan tersebut merupakan sebuah ancaman bagi demokrasi di tingkat Desa.

Pasal yang digugat Eliadi adalah Pasal 39 UU Desa yang terdiri dari 2 ayat yang mengatur tentang masa jabatan Kepala Desa selama 6 tahun dan maksimum 3 periode.

Eliadi meminta majelis hakim MK untuk menyatakan pasal tersebut inkonstitusional karena bertentangan dengan Pasal 7 UUD 1945 yang mengatur tentang masa jabatan Presiden dan Wakil
Presiden selama 5 tahun dan hanya dapat terpilih untuk 2 kali masa jabatan.

Eliadi menilai bahwa pasal tersebut membawa semangat soal pembatasan kekuasaan yang seharusnya juga diterapkan untuk jabatan Kepala Desa.

“Berdasarkan semangat tersebut, masa jabatan dan periodisasi Gubernur hingga Bupati atau Wali Kota menerapkan hal yang sama,” ujar Eliadi.

Ia menyatakan bahwa kekuasaan yang terlampau besar akan melahirkan tindakan koruptif dan abuse of power.

“Kekuasaan yang terlampau besar akan melahirkan tindakan koruptif dan abuse of power.” tandasnya. (Adeas/Fik)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

two × 5 =