20200731222502.jpg
Read Time:3 Minute, 46 Second

Jakarta, PenaPublik.com – Kasus mafia tanah yang tengah marak di Sulawesi Utara cukup meresahkan warga, Tak heran Polda Sulut langsung bereaksi dengan membentuk Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Tanah di Sulawesi Utara.

Menurut John Hamenda, Salah seorang warga yang mengaku menjadi korban praktek mafia tanah mengapresiasi langkah Kapolda Sulut Irjen Pol. Royke Lumowa yang telah membentuk Satgas untuk memberantas praktek mafia tanah.

Hamenda menuturkan, Pihaknya sedang menyoroti kebijakan oknum pejabat di Kantor Wilayah (Kanwil) Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sulut, dimana proses pemblokiran sertifikat tanah miliknya yang berlokasi di jalan 17 Agustus Bumi Beringin, Kota Manado hingga kini telah diambil alih pihak ATR/BPN Sulut. Padahal, proses hukum atas kasus tersebut telah tuntas di tingkat Kantor ATR/BPN Kota Manado yang sudah tidak lagi memblokir.

“Anehnya malah sekarang Kakanwil ATR/BPN Sulut yang mengambil alih pemblokiran, Ada apa ini sebenarnya,” tanya-nya.

Lebih lanjut, Hamenda mengatakan bahwa langkah pemblokiran tersebut sangat merugikan dirinya.

“Pemblokiran oleh Kakanwil Sulut sudah berjalan selama hampir 3 tahun. Hak saya sebagai pemilik tanah sudah dipermainankan, sehingga rencana investasi menjadi terhambat. Hal ini sudah sangat merugikan nama baik saya sebagai pengusaha dan menghambat investasi di Manado. Bahkan, secara tidak langsung tindakan Kanwil ATR/BPN Sulut telah melawan perintah Bapak Presiden Jokowi yang sudah bersusah payah mendorong investasi agar bisa berkembang di Sulut,” paparnya.

Tak hanya itu, Hamenda juga menduga ada peran dari mafia tanah yang berusaha memonopoli tanah miliknya dengan melibatkan oknum pejabat ATR/BPN Sulut. “Para Mafia Tanah mereka bermain bersama para oknum pejabat. Ini yang harus diberantas sampai tuntas, mereka harus dibawa ke meja hijau kalau terbukti bersalah,” ungkapnya.

Ia juga bersyukur kepada Kapolda Sulut yang telah memperhatikan nasib orang-orang yang dizolimi selama ini oleh para mafia tanah dengan membentuk Satgas memberantas Mafia Tanah.

“Kami masyarakat Sulut sangat berharap agar Satgas bisa menuntaskan kasus kami para korban mafia tanah,” tandasnya.

Selain itu, Hamenda juga menegaskan kalau proses hukum atas kasus tanah miliknya yang di jalan 17 Agustus Bumi Beringin telah selesai. Sebab menurutnya, pihak kejaksaan sebagai jaksa eksekutor putusan pidana telah melakukan eksekusi sertifikat tanah miliknya, dan sesuai dengan kajian dan pertimbangan hukum yang mendalam, kemudian mengembalikan sertifikat tersebut kepada PT Bank Danamon Indonesia Tbk.

“Karena BNI sudah melakukan gugatan kepada Bank Danamon di Pengadilan Tingggi Manado dan ditolak kemudian BNI melakukan upaya banding ditolak juga oleh Pengadilan Tinggi, kemudian Karena BNI tidak melakukan upaya Kasasi, sehingga putusan tersebut telah berkekuatan tetap (Inkracht),” jelas Hamenda.

Diterangkan pula, Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan telah mengembalikan jaminan sertifikat ini kepada PT Bank Danamon Indonesia Tbk. Dan karena pihaknya telah membayar kewajiban kepada PT Bank Danamon Indonesia Tbk, maka sertifikat dikembalikan kepadanya selaku pemilik namun anehnya sertifikatnya masih saja diblokir.

“Padahal sesuai ketentuan pemblokiran hanya bisa dilakukan dalam masa 30 hari, terkecuali ada gugatan perkara, baru bisa dilakukan blokir permanen sampai ada putusan hukum yang final. Sementara dalam kasus ini, tanah tersebut tidak ada gugatan baru, mengapa BPN begitu berambisi melakukan pemblokiran yang telah nyata melanggar Undang-Undang Pertanahan,” tuturnya.

Dirinya pun berharap Polda Sulut dapat menyikapi persoalan ini, mengingat langkah yang diambil BPN sudah diluar koridor.

“Untuk itu saya melaporkan permasalahan ini kepada Satgas Mafia Tanah agar perlu diperiksa oleh aparat hukum. Karena BPN telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) dengan merampas hak, juga telah melakukan perbuatan melampaui batas kewenangan,” ujarnya.

Masih kata Hamenda, Perbuatan ini telah jelas masuk dalam kategori sebagai ‘Mafia Pertanahan’.

“Saya akan membawa persoalan ini ke ranah hukum, dan melaporkan ke Bapak Presiden serta Menteri ATR/BPN,” tegasnya.

Menanggapi hal itu, Gunthar Tutuarima, Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Manado, yang dikonfirmasi awak media pads Rabi (28/07) mengatakan kalau proses pemblokiran dilakukan pihak dengan bersandar pada putusan pidana.

“Jaksa selaku eksekutor telah mengajukan surat permohonan terkait sertifikat tanah atas nama John Hamenda, dimana amar putusan pidana menyebutkan kalau tanah tersebut dirampas untuk negara. Dan dalam rangka mengamankan itu, kami melakukan pemblokiran,” terangnya.

Lebih lanjut, Gunthar menegaskan bahwa pemblokiran dapat dibuka kembali, apabila putusan hukum menerangkan kalau tanah tersebut dikembalikan ke bersangkutan.
Sementara itu menanggapi pernyataan pihak BPN tersebut, Hamenda menegaskan kalau telah ada penetapan Pengadilan Negeri (PN) Manado yang memerintahkan Bank Danamon untuk menyerahkan sertifikat tersebut kepada dirinya, dan memerintahkan BPN Kota Manado untuk meroya dan mencabut blokir atas kedua sertifikat itu.

“Saat dilakukan pengecekan ternyata kantor BPN kembali melakukan pemblokiran dengan alasan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan,” ucap Hamenda.

Ia juga menyesalkan, oknum pejabat Kanwil ATR/BPN Sulut telah bertindak menjadi seperti Polisi, seperti Jaksa, bahkan seperti Pengadilan, padahal sudah tidak ada alasan hukum apapun untuk memblokir sertifikat tanah miliknya. (Redaksi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

eight + nine =