Berita 20190101104954 Penapublik.jpg
Read Time:2 Minute, 49 Second

Oleh : Dr. Ibnu Mazjah, SH, MH.

Jakarta, PenaPublik.com – “Alladzi Allama bil Qalam” Kalimat tersebut merupakan kutipan dari ayat Al Qur’an surat Al Alaq ayat 4, yang artinya “Yang mengajarkan (manusia) dengan pena” dan pada Surat tersebut, dalam keyakinan saya pribadi dan umat Islam umumnya adalah wahyu pertama yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhamad SAW.

Ada beberapa hikmah dari kandungan ayat tersebut, yang dalam konteks kekinian amat signifikan dikaitkan dengan situasi yang dihadapi masyarakat bangsa Indonesia, khususnya. Situasi tersebut disebabkan karena begitu signifikannya pengaruh pena terhadap kehidupan sosial manusia.

Menurut Al Imam Ibnu Katsir, secara hakiki terdapat 3 jenis pena. Yang pertama adalah, Akal (Otak), kedua, pena yang sesungguhnya, dan yang ketiga adalah pena “lisan”.

Sedangkan menurut Imam Al Qurtubi, pena dibagi 3 macam. Pertama adalah, Al awwal qalamuttaqadir atau pena takdir, yakni pena yang diciptakan langsung oleh Allah SWT. Dengan pena tersebut Allah memerintahkan pena-Nya untuk menulis taqdir manusia, mulai dari hidup, mati, rejeki, jodoh, dan seluruh kejadian alam.

Tulisan mengenai takdir itu tersimpan di Lauhil Mahfudz, dalam sebuah hadist yang diriwayatkan Abdullah bin Amr bin Ash bahwasannya Allah SWT mencatat taqdir makhluknya 50 ribu tahun sebelum langit dan bumi diciptakan. Daun yang berguguran, angin yang bergerak meniup alam, tanah yang dibasahi air, hingga musibah gempa bumi, tsunami, kesemuanya itu diyakini sebagai suratan dan merupakan taqdir yang sudah tertulis.

Pena kedua adalah pena Malaikat, yang digunakan untuk mencatat amal kebaikan dan keburukan manusia. Dengan pena itu pula, Allah SWT memerintahkan malaikat menulis pada malam Lailatul Qadar nasib seseorang untuk 1 tahun berikutnya.

Sedangkan yang ketiga adalah Qalamunnas, pena manusia. Pena ini lah yang menjadi salah satu faktor yang menentukan dinamika dan aktifitas sosial manusia, yang apabila pena tersebut dipergunakan secara baik akan memiliki manfaat bagi kehidupan manusia. Diantaranya dengan menggunakan pena, berbagai macam ilmu diajarkan. Ilmu alam, ilmu kedokteran, ilmu hukum, ilmu sosial dan ilmu-ilmu lainnya. Sebaliknya, di tangan orang jahat pena dapat menjadi instrumen dalam melakukan kejahatan, seperti memfitnah, berbohong (hoax), menipu dan lain sebagainya.

Dalam konteks hukum positif, terdapat jenis kejahatan yang dilakukan melalui instrumen pena yang secara filosofi bersumber kepada ajaran hukum alam tentang pentingnya menjaga lisan. Manivesto dari kejahatan tersebut pada akhirnya tertuang di dalam pengaturan yang berhubungan dengan delik pencemaran nama baik.

Berdasarkan ajaran konsep common law system, kejahatan pencemaran yang dilakukan melalui instrumen tulisan dikenal dengan istilah Libel. Adapun kejahatan pencemaran yang dilakukan dengan lisan disebut dengan Slander.

Pengaturan itu tertuang di dalam Wetboek Van Strafrecht atau KUHP, sebagai kitab induk hukum pidana dalam sistem hukum positif kita. Dalam perkembangan dunia yang kian dinamis, bentuk dan penggunaan pena mengalami perluasan bukan lagi hanya bertumpu kepada bentuk pena secara fisik melainkan pada tombol komputer, bahkan hanya melalui kendali jari pada Handphone atau Smart Phone. Begitupun pengaturan hukumnya tak lagi melulu bertumpu kepada KUHP melainkan undang-undang khusus (Lex Specialis) yakni Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang ITE karena menyangkut Dunia Maya.

Merujuk kepada dahsyatnya pengaruh pena, alangkahnya baiknya kita semua, warga masyarakat Indonesia sejatinya mesti berhati-hati, menjaga etika hukum, etika pergaulan, etika bermasyarakat dan bernegara baik dalam penggunaan pena (lisan) maupun pena yang secara langsung menghasilkan tulisan, karena begitu banyaknya prahara hukum terjadi akibat dahsyatnya pengaruh pena.Wallahu Alam Bishawab.

Sekedar diketahui, Dr. Ibnu Mazjah, SH, MH adalah Dosen pada Program Magister Ilmu Hukum Universitas Mathlaul Anwar Banten dan Anggota Majlis Tahsin Mas.

Editor : Taufik Hidayat

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

17 + 18 =