Berita 20191223045645 Penapublik.jpg
Read Time:5 Minute, 14 Second

Yogyakarta, PenaPublik.com – Fakta yang cukup mengejutkan terungkap dalam sidang lanjutan dugaan tindak pidana penghinaan dan pencemaran nama baik terhadap Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Komputer Indonesia (Apkomindo), Ir. Soegiharto Santoso alias Hoky yang juga menjabat Wakil Pemimpin Redaksi Media Online Info Breaking News dengan terdakwa Ir. Faaz di Pengadilan Negeri Yogyakarta, Kamis (19/12/2019). Jaksa Penuntut Umum (JPU) Retna Wulaningsih SH MH dalam repliknya mengungkap sejumlah kejanggalan dalam pledoi atau pembelaan yang disampaikan Iwan Setiawan SH dan Tim selaku penasehat hukum terdakwa pada persidangan minggu lalu.

Dalam repliknya, JPU membeberkan satu fakta hukum bahwa pembelaan yang diajukan oleh penasehat hukum terdakwa Ir Faaz diawali dengan suatu kesalahan yang sangat fatal yang seharusnya tidak dilakukan. Menurut JPU, pihaknya selaku Penuntut Umum tidak pernah sama sekali mendakwa terdakwa dengan pasal 45 ayat (1) jo pasal 27 ayat (3) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, sebagaimana ditulis penasehat hukum dalam Pledoinya. “Mungkin ini dianggap hal yang kecil dan sepele, namun dari hal yang kecil kita bisa belajar untuk bisa lebih bertanggungjawab untuk hal yang lebih besar,” ungkap JPU..

Secara lengkap JPU Retna menuturkan, Penuntut Umum hanya mendakwa terdakwa dengan dakwaan Pasal 45 ayat (3) jo pasal 27 ayat (3) UU RI nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. “Sehingga tidaklah mengherankan pula untuk melihat konstruksi berfikir dari Saudara penasehat hukum yang nampak kebingungan atas pasal dakwaan kami, yang terlihat dari pembahasan-pembahasan selanjutnya,” ujar JPU.

Tak cuma itu, JPU juga mengatakan, Penasehat Hukum terdakwa ternyata tidak cukup mengenal kliennya dengan baik sehingga identitas terdakwa dalam pendidikannya yang sebenarnya seorang sarjana, hanya disebut dengan sebutan diploma. Lebih parah lagi, nomor register perkara ini sebetulnya adalah NO.REG.PERK: PDM – 62 / YOGYA / 09 / 2019 namun yang ditulis pengacara terdakwa adalah No.Reg.Perk.PDM-126/YOGYA/Epp.2/11/2019.

JPU juga mempertanyakan maksud isi pembelaan terdakwa yang menyebutkan, bahwa JPU telah keliru menuntut berdasarkan kontekstualitas bukan pada teks (informasi elektronik). Dalam proses persidangan Jaksa mendalilkan bahwa Ir. Faaz selaku anggota APKOMINDO telah salah karena pelapornya adalah ketua APKOMINDO, namun Jaksa mengabaikan fakta bahwa kedudukan pelapor selaku ketua APKOMINDO masih menjadi persoalan hukum tersendiri. “Dalam pendahuluan pledoinya pada halaman 6 bait terakhir, saudara penasehat hukum sendiri menyusun kalimat yang sungguh sangat membingungkan,” ungkap JPU.

Dalam persidangan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim, Ida Ratnawati SH MH dengan anggota Bandung Suhermoyo SH MHum dan Suparman SH MH serta Panitera Pengganti Ratna Dewanti SH, pihak JPU menegaskan persoalan dalam perkara ini sebenarnya perlu dilepaskan dari kedudukan masing-masing pelapor maupun terdakwa dalam organisasi Apkomindo. Melainkan harus melihat teks pada tulisan dari terdakwa yang diposting di Facebook sebagai tanggapan atau komentar atas postingan Hoky.

“Jadi harus melihat secara utuh, tidak boleh hanya sepotong-potong dalam menilainya. Sebetulnya dalam pembuktian pun kami sudah berupaya untuk tidak masuk ke dalam persoalan organisasi Apkomindo, karena mengenai kepengurusan Apkomindo bukanlah menjadi bagian utama untuk pembuktian perkara ini,” tegasnya.

Dalam Replik JPU juga sempat menyinggung soal pernyataan penasehat hukum tersebut dianggap sebagai senjata makan tuan. “Jadi ibarat Gajah dipelupuk mata tidak nampak, namun kuman diseberang lautan nampak. Contoh dari keterangan Ali Said Mahanes, Saudara Penasehat Hukum menyampaikan hal yang sangat naif sekali, bahkan ‘sangat tidak penting’ untuk kepentingan apa menuntut bukti keberadaan Ali Said Mahanes di hotel Seoryotaman, padahal fakta hotel tempat pelapor dan saksi Ali Said Mahanes bertemu adalah di hotel Galery Prawirotaman,” ungkap JPU.

JPU dalam repliknya juga menyatakan keterangan dan pengakuan terdakwa baik dalam BAP maupun di muka persidangan jelas mengakui jika terdakwa-lah yang menuliskan kata ‘Kutu Kupret’ dalam komentar di Facebook, Sedangkan yang dimaksud dengan ‘Kutu Kupret’ itu adalah jelas ditujukan kepada Soegiharto Santoso.

“Selain dari itu, sebutan ‘Kutu Kupret’ sampai 18 kali diulangi dalam komentar lain sebagaimana dapat dilihat pada akun Facebook Soegiharto Santoso maupun akun Facebook Grup Apkomindo. Sehingga sudah sangat jelas komentar tersebut ditujukan kepada siapa, yang tidak lain dan tidak bukan adalah pelapor yaitu saksi korban Ir Soegiharto Santoso alias Hoky,” tambahnya.

Belum lagi didukung oleh alat bukti lainnya dari keterangan saksi-saksi yang memang paham komentar terdakwa tersebut merupakan tanggapan atas postingan Hoky. Hal itu diperjelas pula dengan adanya permohonan maaf dari terdakwa yang ditujukan kepada Hoky di akun Facebook Soegiharto Santoso.

“Kami pununtut umum dalam perkara ini berkesimpulan tetap dalam pembuktian kami yang telah menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan atau mentransmisikan dan atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan atau pencemaran nama baik sebagaimana dakwaan, bahwa tidak ada alasan pemaaf maupun alasan pembenar atas perbuatan terdakwa, sehingga terdakwa harus dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman yang setimpal dengan perbuatannnya,” tandas JPU.
Sementara itu, Hoky selaku saksi korban yang hadir dalam persidangan mengatakan, pihaknya sangat mengapresiasi sekali atas repilk JPU Ibu Retna Wulaningsih SH MH. “JPU sangat profesional dalam mengungkap perkara, yaitu dengan sangat cermat, teliti, cerdas, berani, tegas serta berintegritas tinggi, dan saya kagum karena JPU telah dengan benar mengambil porsi untuk mewujudkan keadilan, kebenaran, dan kemanfaatan dalam proses penegakan hukum di NKRI,” tutur Hoky.
Dalam kesempatan ini Hoky juga menyampaikan terima kasih kepada rekan-rekan sejawatnya wartawan yang telah bersimpati dan terus mendukung upayanya menuntut keadilan. Hoky yang sempat menjadi Ketua Panitia Kongres Pres Indonesia 2019 di Gedung Asrama Haji Pondok Gede Jakarta pada 6 Maret 2019 lalu, mengaku senang kasusnya dikawal dan dipantau terus oleh wartawan di seluruh Indonesia.
Saat dikonfirmasi oleh awak media, tentang peristiwa kriminalisasi yang dialaminya oleh karena ulah dari kelompok terdakwa, Hoky membenarkanya. “Benar saya sempat dikriminalisasi dan bahkwan ditahan secara sewenang-wenang selama 43 hari di Rutan Bantul, termasuk dituntut penjara selama 6 tahun dan denda sebesar 4 Milyar atas laporan kelompok terdakwa, dan bahkan terungkap dalam persidangan di PN Bantul, tentang ada orang yang menyiapkan dana agar saya masuk penjara,”ungkapnya. Hoky juga menambahkan, dugaan kriminalisasi terhadapnya terungkap dalam persidangan dimana dalam salinan putusan Perkara No: 03/Pid.Sus/2017/PN.Btl yaitu: Saksi Henky Yanto TA: dibawah sumpah memberikan keterangan pada pokoknya sebagai berikut: ‘Bahwa saksi tahu siapa-siapa orang yang menyediakan dana supaya Terdakwa masuk Penjara, seingat saksi Suharto Yuwono dan satunya saksi tidak ingat.’ Atas dasar itu, Hoky akhirnya dinyatakan tidak bersalah oleh PN Bantul dan Kasasi JPU telah di tolak oleh MA. (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *