Img 20180813 104321
Read Time:1 Minute, 48 Second

Cisarua, PenaPublik.com –  Seolah menjadi permasalahan kecil yang kerap terjadi terkait fasilitas berlalu lintas, Warga Cisarua Puncak mengeluhkan ketiadaan trotoar yang semestinya ada diperuntukkan bagi warga masyarakat pejalan kaki di kiri dan kanan Jalan Raya. Hal ini menjadi penting karena dapat menimbulkan ekses kepada perekonomian secara tidak langsung dan dampaknya bisa menimbulkan kecelakaan lalu lintas.

Padahal sejatinya sesuai Undang Uandang No 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) atau secara spesifik terdapat dalam Pasal 25 ayat (1) huruf h, bahwa setiap jalan yang digunakan untuk lalu lintas umum wajib dilengkapi dengan perlengkapan jalan, yang salah satunya berupa fasilitas pendukung kegiatan lalu lintas dan angkutan jalan yang berada di jalan dan di luar badan jalan. Ini artinya, sebagai salah satu fasilitas pendukung jalan, trotoar juga merupakan perlengkapan jalan.

Warga Sedang Berjalan di Pinggir Jalan Raya Cisarua

Kemudian ditegaskan pula dengan Peraturan Pemerintah No.34 tahun 2006 tentang Jalan.

“Trotoar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya diperuntukkan bagi lalu lintas pejalan kaki.” Hal ini berarti, fungsi trotoar tidak boleh diselewengkan dengan cara apapun, termasuk dimiliki secara pribadi dengan alasan trotoar hanya diperuntukkan bagi lalu lintas pejalan kaki”.

Berkaitan dengan hal tersebut, para aktivis dan warga Cisarua Puncak sekitarnya angkat bicara.

“Tertibkan dong TSI (Taman Sapari Indonesia, red) nya, masa beraninya sama PKL (Pedagang Kaki Lima, red),” tanya Asep, warga Cipari.

Pedagang Berdampingan Dengan Kendaraan

Lebih tegas dikatakan Mulyana Bram, warga Cibeureum, bahkan dirinya menyebut ada Pengusaha Dzolim perampas hak-hak pejalan kaki.

“Miris, pejalan kaki pun dirampas haknya, hingga jalan menuju atas (Cibeureum, red) yang selama bertahun-tahun tidak ada trotoarnya sama sekali,” ujarnya bernada geram.

Sementara itu Iwan Meichin, warga Cisarua menuturkan apapun alasannya segala bentuk kegiatan yang dapat menghilangkan hak publik secara permanen adalah pelanggaran.

“Terlepas siapapun atau pihak manapun yang melakukan itu haruslah ditindak dengan tegas, Terlebih jika yang melakukan hal tersebut sebuah Corporasi, mestinya langkah penertibannya harus lebih tegas lagi. Kenapa? Karena sejatinya corporasi punya kewajiban untuk menyediakan fasilitas Publik (Fasos-Fasum) melalui Corporate Social Responsibility (CSR)nya kemana dan dinikmati oleh siapa.” pungkasnya penuh tanya.

(TH/Adeas)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

one × 5 =